Tuesday, October 01, 2013

Jaran Kepang!

Jathilan
Setiap daerah mempunyai kebiasaan mempertunjukan seni rakyat dalam menyambut tamu yang dihormati. Di Jawa Tengah terdapat beberapa bentuk kesenian yang sering ditampilkan untuk keperluan tersebut. Salah satu di antaranya adalah seni rakyat yang dikenal dengan kuda lumping, yaitu suatu tarian yang menggambarkan gerakan-gerakan kuda. Jathilan juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda.

Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Dikenal juga sebagai Jaran Kepang, Jaran Dor atau Kuda Lumping di daerah lain, Jathilan adalah sebuah seni pertunjukan yang berkembang luas di berbagai penjuru Jawa. Dengan anyaman bambu yang dibuat menyerupai kuda, Jathilan dipertunjukkan umumnya pada siang dan sore hari oleh sekelompok seniman yang terdiri dari penari dan penggamel (pemain gamelan).
Jathilan Magelang
Jathilan Kesurupan
Anyaman kuda yang dipakai ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian jathilan biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut.  Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia. Konon, tari kuda lumping adalah tari kesurupan.

Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda.

 Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan. Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain.

Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Penari Wanita
In trance
Ada juga yang berpendapat jalan cerita utama dalam seni Jathilan merefleksikan berbagai problematika yang timbul dalam hubungan antara masyarakat kelas atas dan kaum pekerja. Kelas pekerja yang diwakili para penari kuda digambarkan tanpa aturan, tak henti-henti bergerak: pacak gulu (Menggerakkan kepala ke kiri dan kanan), siring (bergeser kesamping dengan setengah berlari), njondhil (melompat), berguling, bahkan sampai kerasukan.

Di sekitarnya, pria dengan cemeti selalu mengawasi segala tindakan para kuda. Mereka digambarkan sebagai tokoh yang lebih sedikit jumlahnya, tidak urakan, dan memiliki otoritas. Kesan arogan dan datar tanpa basa basi dimunculkan oleh dominasi warna merah menyala dan hitam pada riasan wajah dan pakaiannya. Tokoh ini bergerak memutar mengelilingi penari kuda di tengah arena yang “keasyikan” mengikuti musik. Sesekali melecutkan cemeti untuk memperingatkan penari kuda jika mereka bertindak “kebablasan”.
Another horse rider
Hokyaaa ....
Sesuai dengan perkembangan jaman, kuda lumping tidak lagi dipertunjukkan dengan pemain yang kesurupan dan mendatangkan roh-roh halus. Bentuk tari kuda lumping jenis baru ini berkembang baik di beberapa tempat antara lain di Kabupaten Temanggung. Di sini kuda lumping sudah dikembangkan dengan kreasi-kreasi baru. sehingga gerak tari tidak lagi monoton. Para seniman dan seniwati dilatih dengan gerakan-gerakan baru yang dinamis dan indah sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas.

Dengan demikian kini ada dua jenis tari kuda lumping yang dapat dinikmati, yaitu yang mengutamakan gerak tari yang enak ditonton dan jenis yang mengutamakan penampilan kesurupan pada pemainnya. Seni rakyat kuda lumping yang semula hanya digemari oleh masyarakat Jawa kini mulai dikenal dan digemari oleh masyarakat luar Jawa. Jathilan yang sangat tradisional kemudian berkembang menjadi tari kuda lumping dengan kreasi baru, membuat kesenian ini menarik untuk dinikmati.

Bahkan wisatawan asing pun menggemari. Tari kuda lumping yang sudah sangat dikenal di bumi Nusantara sudah seyogyanya terus dikembangkan.

Referensi:
dijogja.wordpress.com -- Jathilan
Wikipedia -- Jathilan
kebudayaanindonesia.net -- Jathilan